Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

TEORI BELAJAR PIEGET


TEORI BELAJAR PIEGET

BAB I.
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dalam konteks psikologi pembelajaran, pengertian tentang belajar sangat beragam . Beragamnya pengertian tersebut dipengaruhi oleh teori yang melandasi rumusan belajar sendiri. Teori belajar merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Slameto (2010 : 2) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Pada proses pembelajaran disekolah, guru seringkali dihadapkan pada dinamika yang berkaitan dengan perkembangan peserta didik. Perubahan – perubahan dan perkembangan yang terjadi pada peserta didik ini harus mendapat perhatian dari guru, karena dengan ini guru dapat memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik yang terlibat pembelajaran.
Ada banyak teori – teori belajar serta implementasinya dalam pembelajaran. Salah satu yaitu teori yang dikemukakan oleh piaget. Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget lahir di Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 9 Agustus 1896 dan meninggal 16 September 1980 pada umur 84 tahun. Teori perkembangan piaget banyak mempengaruhi dunia pendidikan, terutama pendidikan kognitif pada anak – anak sampai remaja. Dalam teori piaget mengemukakan bahwa secara umum bahwa anak berkembang melalui urutan yang sama, mesti jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi pada setiap tahap tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya.

B.       Rumusan Masalah
Apa pokok-pokok pikiran teori perkembanggan kognitif menurut Piaget dan bagaimana implikasi teori Piaget dalam pendidikan ? Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan pembahasannya sebagai rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian dari kognitif itu?
2.    Bagaimana perkembanagan kognitif itu?
3.    Bagaimana teori perkembangan Piaget?
4.    Bagaimana implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran?

C.    Tujuan
Setelah dirumuskan masalah tersebut maka pembuatan makalah ini bertujuan untuk:
1.    Menjelaskan pengertian dari kognitif.
2.    Menjelaskan perkembangan kognitif.
3.    Menjelaskan tentang teori perkembangan Piaget.
4.    Menjelaskan implementasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
1.        Teori  Perkembangan Kognitif Jean Piaget
Kognitif berhubungan kemampuan kognisi. Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu (Wikipedia 2013). Teori kognitif berhubungan dengan bagaimana kita memperoleh, memproses, dan menggunakan informasi ( Lefrancois, 1997 ). Sedangkan kemampuan kognisi diartikan dengan kecerdasan atau intelegensi (Wikipedia, 2013). Aktivitas yang timbul sebagai akibat dari adanya kemampuan kognisi adalah mengingat, menganalisis, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Hal ini berhubungan dengan kemampuan otak untuk berpikir atau adanya aktifitas berpikir.
Furth & Waehs (1975) menyatakan bahwa  ” Piaget’s theory states clearly that the general development of intelligence is the basis on which any specific learning rest.” Teori peaget umumnya merupakan perkembangan intelegensi sebagai dasar dari setiap pembelajaran. Teori perkembangan peaget memperlihatkan bagaimana interaksi anak dengan lingkungan menyebabkan atau membawa ke perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif mengacu pada tahapan – tahapan dan proses – proses yang terlibat di dalam pengembangan intelektual anak ( Lefrancois, 1997 ). Djiwandono (2002) menjelaskan bahwa piaget mendefinisikan kemampuan atau perkembangan kognitif sebagai hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan pengalaman – pengalaman yang membantu individu untuk beradabtasi dengan lingkungan. Teori perkembangan kognitif di sebut teori belajar karena berkenaan dengan kesiapan anak untuk mampu belajar (Russefendi , 2006 )

2.        Beberapa Konsep teori Jean Peaget
Berikut ini di jelaskan konsep Teoritis Utama Jean Piaget ( Hergenhahn & Olson, 2008 : 313 -318), yaitu sebagai berikut :
a.      Inteligensi
Inteligensi adalah ciri bawaan yang dinamis sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalamn:; bagian internal dari setiap organisme karena semua organisme karena semua organisme yang hidup selalu mencari kondisi kondusif untuk kelangsungan hidup mereka. (Piaget dalam Hargenhahn & Olson, 2008 ). Teori piaget ini berusaha mencari tahu bagaimana perkembangan kemampuan intelektual .
b.      Skemata
Skema adalah kerangka mental yang digunakan untuk mengatur pengetahuan. Skema sebagai struktur data yang mewakili pengetahuan yang tersimpan dalam memori. Skema menghasilkan slot, yang berperan sebagai isi memori yang mempunyai bermacam-macam nilai. Dengan kata lain, pengetahuan akan diterima, dikodekan, disimpan, dan dimaknai sesuai dengan slot di mana ia ditempatkan (Bruning, dkk, 2004: 48). Sejalan dengan pendapat Bruning, dkk, Desmita (2012: 102) mengungkapkan bahwa skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon berbagai pengalaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa skema sangat mempengaruhi individu dalam memperoleh pengetahuan.
Piaget (Upton, 2012: 24), berpendapat bahwa pengetahuan dibangun melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Berikut akan dijelaskan masing-masing proses tersebut.
Skema ( Schema ; jamak: schemata merupakan potensi umum yang dimiliki organisasi untuk bertindak dengan cara tertentu. Tindakan tersebut seperti memegang, menatap, menggapai, dan sebagainya. Misalnya skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu. Skema memegang ini dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat tindakan memegang bisa dimungkinkan. Sedangkan schemata merupakan kegiatan penyelarasan perbuatan fisik dan perbuatan mentalnya. Schemata merupakan penyelarasan antara akal dan geraknya.
c.       Asimilasi dan akomodasi
Asimilasi adalah proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur kognitif sesorang atau dengan kata lain asimilasi yaitu pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Asimilasi merupakan penyerapan informasi baru ke dalam pikiran ( Rusefendi, 2006). Struktur kognitif yang ada pada moment tertentu akan dapat diasimilasikan oleh organisme. Misalnya, jika skema menggapai, memegang sudah tersedia bagi anak, maka segala sesuatu yang dialami anak akan diasimilasikan  ke schemata. Selanjutnya, akomodasi merupakan proses kedua yang penting untuk menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual. ( Rusefendi, 2006) menyatakan bahwa akomodasi merupakan menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga informasi tersebut punya tempat.
Setiap pengalaman yang dialami seseorang akan melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya (asimilasi ), tetapi setiap pengalaman memuat aspek aspek yang berbeda dengan pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif (akomodasi).
CONTOH 1
Asimilasi:
Seorang siswa mempunyai skema tentang perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak kali. Kemudian, guru memberikan informasi baru mengenai ekponensial atau perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan pemberian informasi tersebut, siswa akan merasa proses perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali berbeda dengan perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali karena mempunyai kekhususan, yaitu dalam penulisannya. Siswa perlu memasukkan informasi baru ini ke dalam skema yang sudah dimiliki dengan mencoba mengerjakan proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali tersebut.
Akomodasi:                       
Dalam proses perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali yang dilakukan, siswa akan memodifikasi skema yang sudah dimiliki yaitu perkalian sebagai penjumlahan bilangan sebanyak n kali dengan menambahkan skema eksponensial sebagai perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali. Dengan memodifikasi, siswa akan memperoleh skema baru mengenai eksponensial yang merupakan perkalian bilangan sebanyak n kali dengan kekhususan bilangan tersebut sama yang kemudian dapat dituliskan dalam bentuk ab = c  dengan keterangan a = sebuah bilangan, b = banyaknya pengulangan, dan c = hasil perkalian yang juga merupakan hasil eksponensial atau perpangkatan.

CONTOH 2 
Asimilasi: 
Siswa telah mempunyai skema tentang eksponensial sebagai perkalian bilangan sebanyak n kali dengan kekhususan bilangan tersebut sama yang kemudian dapat dituliskan dalam bentuk ab = c. Kemudian guru melanjutkan pembelajaran matematika dengan materi logaritma. Guru membimbing siswa memahami logaritma. Siswa akan memanggil skema tentang eksponensial yang nantinya akan dimodifikasi membentuk skema baru. Siswa perlu memasukkan informasi baru ini ke dalam skema yang sudah dimiliki dengan mencoba mengerjakan daan memahami tentang logaritma. 
Akomodasi:
Dalam proses memahami logaritma, siswa akan memodifikasi skema yang sudah dimiliki yaitu eksponensial sebagai perkalian bilangan yang sama sebanyak n kali yang dapat dituliskan dalam bentuk ab = c menjadi skema logaritma yang dapat dituliskan dalam bentuk alog c = b   dimana a disebut basis atau pokok logaritma dan c merupakan bilangan yang dilogaritmakan. Dengan memodifikasi, siswa akan memperoleh skema baru mengenai logaritma tersebut
d.      Ekuilibrasi
Menurut piaget semua organisme punya tendensi bawaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Ekuilibrasi (penyeimbangan adalah tendensi bawaan untuk mengorganisasikanpengalaman agar mendapat adaptasi yang maksimal. Ekuilibrasi ini diartikan juga sebagai dorongan kearah keseimbangan secara terus menerus.

e.       Interiorisasi
Interiorisasi merupakan penurunan ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatkannya penggunaan struktur kognitif. Pada awlnya untuk merespon stumuli lingkungan secara langsung dengan gerak refleks. Pengalaman awal melibatkan penggunaan dan elaborasi schemata bawaan seperti memegang, menghisap, menggapai. Hasil pengalaman disimpan dalam struktur kognitif. Dengan banyaknya pengalaman, anak mengembangkan struktur kognitif dan memungkinkan untuk beradaptasi dengan mudah. Sehingga pada akhirnya anak mampu merespon situasi yang lebih kompleks dan tidak tergantung pada situasi sekarang. Misalnya mereka mampu memikirkan objek yang sebelumnya tidak mampu memikirkan objek yang sebelumnya tidak mampu mereka pikirkan. 
3.        Aspek yang diteliti dalam perkembangan intelektual
Dahar (2011) menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang diteliti oleh piaget dalam perkembangan intelektual yaitu struktur, isi (konten), dan fungsi.
a.      Struktur
Struktur erat hubungannya dengan struktur yaitu operasi. Piaget berpendapat bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental dan perkembangan berpikir logis anak. Tindakan (action) menuju pada perkembangan operasi dan selanjutnya operasi menuju pada perkembangan struktur.
Operasi – operasi mempunyai ciri – ciri yaitu sebagai berikut
Ø  Internalisasi
Operasi merupakan tindakan tindakan yang terinternalisasi ( Penghayatan ). Ini berarti antara tindakan fisik dan tindakan mental tidak terdapat garis pemisah. Misalnya, bila anak mengumpulkan semua kelereng kuning dan merah, tindakannya adalah tindakan mental dan tindakan fisik. Secara fisik ia memindahkan kelereng – kelereng itu , tetapi tindakannya itu di bimbing oleh hubungan ”sama” dan ” berbeda” yang diciptakan dalam pikirannya.
Ø  Reversibel
Operasi – operasi itu reversibel (dapat dibalik). Misalnya menambah dan mengurangi merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan arah yang berlawanan 2 + 1 = 3    3 - 1 = 2


Ø  Terintergrasi dengan struktur – struktur dan operasi lainya.
Tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan – pengurangan berhubungan dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan konversi bilangan. Operasi itu saling membutuhkan. 
b.      Isi
Hal yang dimaksud dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi misalnya perubahan, penalaran anak semenjak kecil hingga dewas, konsepsi anak tentang awan seperti pohon-pohon, matahari dll.
c.       Fungsi
Fungsi, adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mensistematikan atau mengorganisasi proses fisik atau psikologis menjadi sistem yang teratur dan berhubungan atau terstruktur. Misalnya seorang bayi mempunyai struktur – struktur perilaku untuk memfokuskan visual dan memegang secara terpisah. Pada suatu saat dalam perkembangannya, bayi itu dapat mengorganisasi kedua struktur perilaku ini menjadi struktur tingkat dalam memegang suatu benda sambil melihat benda itu. Dengan organisasi , struktur dan psikologi diintegrasi menjadi struktur tingkat tinggi.
Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menghadapi masalah yang dihadapinya dalam lingkungan. Dalam proses akomodasi, seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.

4.        Tahap – Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget berpendapat bahwa manusia sama secara genetik dan mempunyai pengalaman yang hampir sama, sehingga mereka dapat diharapkan untuk sungguh sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan dalam perkembangan kognitif mereka.
Piaget ( Hergenhahn & Olson, 2008) menjelaskan perkembangan tahap – tahap perkembangan kognitif, yaitu sebagai berikut :
a.         Sensorimotor ( 0-2 tahun )
Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek )

Periode 1 Refleks ( umur 0 – 1 bulan )
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bula. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak disengaja dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
Periode 2 : Kebiasaan ( umur 1 – 4 bulan )
Pada periode perkembangan ini bayi membentuk kebiasaan – kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba – coba dan mengulang – ulang suatu tindakan. Refleks – refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan , terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada proses ini seorang bayi mulai membedakan benda – benda yang ada didekatnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala ke sumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama . Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik ( umur 4 – 8 bulan )
Pada periode ini seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada disekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969 ). Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian diluar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah( menyentuh dengan jari). Pada periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian – kejadian yang menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak dihadapka pada sebuah benda yang dikenal. Seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget ini diartikan sebagai suatu “Pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
Periode 4: Koordinasi Skemata ( umur 8 – 12 bulan )
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana – sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang diperolehdari koordinasi skema – skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini mulai mempunyai konsep tentang ruang.
Periode 5 : Eksperimen ( Umur 12 – 18 bulan )
Unsur pokok pada periode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara – cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara mencoba – coba (Eksperimen). Bila dihadapkan pada suatu percobaan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada. Anak akan mulai mencoba- coba dengan Trial and Eror untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda – benda disekitarnya dan mengamati bagaimana benda – benda disekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru. Menurut piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda – benda secara menyeluruh bila benda – benda itu dapat dilihat secara serentak.
Periode Refresentasi ( Umur 18 – 24 bulan )
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara – cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarnya. Secara mental, seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan objek – objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan anak mulai sadar akan gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
Karakteristik anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut :
1.      Berpikir melalui perbuatan (gerak)
2.      Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak – gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara
3.      Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
b.        Pra – operasional    ( 2 – 7 tahun )
( ciri poko perkembangannya adalah penggunaan symbol / bahasa tanda dan konsep intuitif )
Tahap ini terbagi menjadi dua, yakni :
1)        Pemikiran prakonseptual ( 2 – 4 tahun)
Pada tahap ini, anak – anak mulai mengelompokkan benda – benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan karena konsep mereka. Misalnya : Semua lelaki adalah ayah dan semua perempuan adalah ibu , dan semua mainan adalah milikku. Menurut piaget anak pra-operasional bersifat egosentris, misalnya saja ketika mereka berkomunikasi, mereka akan terus berbicara tanpa mengharapkan saling mendengarkan atau saling menjawab (Dahar, 2011 :138).
Selain itu pada tahap ini anak merepresentikan sesuatu dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan (Russefendi, 2006 ). Anak biasanya akan mengungkapkan idea atau gagasan melalui bahasa, gambar agar suatu konsep lebih mudah dipahami.
2)        Periode perkembangan intuitif  (4 – 7 tahun )
Pada tahap ini, anak –anak memecahkan masalah secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah – kaidah logika. Berikut ini beberapa ciriyang diuangkap (Russeffendi, 2006) pada tahap ini, yaiyu :
Ø  Pertimbangan anak didasarkan pada persepsi pengalaman pribadi, bukan pada penalaran.
Ø  Anak mengaitkanpengalaman yang ada pada dunia luar dengan pengalaman pribadinya. Anak mengira bahwa cara berpikirnya dan pengalamannya dimiliki oleh orang lain. Misalnya : bila anak melihat gambar terbalik dari arah sisi meja satu, maka ia mengira temannya yang berhadapan pada sisi meja satu, maka ia mengira temannya yang berhadapan pada sisi lain dari meja akan melihat gambar terbalik pula.
Ø  Anak mengira bahwa benda – benda tiruan memiliki sifat – sifat yang sebenarnya. Misalnya : Perlakuan anak terhadap boneka sama dengan anak yang sebenarnya (diberi makan, diajak berbicara, ditidurkan, dan sebagainya).
Ø  Anak berpikir bahwa benda akan berbeda apabila kelihatannya berbeda. Pemikiran anak pada tahap ini adalah kegagalan mengembangkan    konservasi  (Hergenhahn & Alson, 2008). Konservasi adalah kemampuan untuk menyadari bahwa jumlah, panjang, subtansi atau luas akan tetap sama meski dipresentasikan kepada anak dalam bentuk yang berbeda – beda
( Hergenhahn & Olson, 2008 ).

Pada tahap ini, anak cendereung mengatakan bahwa wadah yang lebih tinggi yang lebih banyak airnya. Anak secara mental tidak bisa membalikkan operasi kognitif, yang berarti dia tidak dapat secara mental menuangkan air dari wadah yang tinggi ke wadah yang lebih pendek dan tidak dapat melihat bahwa jumlah cairan itu sebenarnya adalah sama. Hal ini dikarenakan anak belum memiliki konsep kekekalan materi (zat).
Ø  Anak pada tahap ini memiliki kesukaran dan mengulang pemikiran (perbuatan )
Ø  Anak mendapat kesukaran untuk memikirkan dua aspek atau lebih secara serempak. Misalnya : anak merasa sulit jika dimintai untuk mengumpulkan kelereng besar dan berwarna hijau.
Ø  Anak tidak berpikir induktif maupun deduktif tetapi transitif (khusus ke khusus)
Ø  Anak mampu memanipulasi benda kongkrit
Ø  Anak mulai dapat membilang dengan menggunakan benda konkrit, misalnya dengan menggunakan jari tangan.
Ø  Pada akhir tahap inianak dapat memberikan alasan atau keyakinannya, dapat mengelompokkan benda – benda, dan mulai memperoleh konsep yang sebenarnya.
Ø  Anak belum memahami korespondensi satu – satu untuk memahami banyaknya (kesamaan dan tidak kesamaan ).
Perbedaan tahap ini dengan tahap sebelumnya adalah “ kemampuan anak mempergunakan simbol”. Penggunaan simbol bagi anak pada tahap ini tampak dalam lima gejala berikut:
a.    Imitasi tidak langsung
Anak mulai dapat menggambarkan sesuatu hal yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya sudah tidak ada lagi. Jadi pemikiran anak sudah tidak dibatasi waktu sekarang dan tidak pula dibatasi oleh tindakan-tindakan indrawi sekarang.
Contoh: anak dapat bermain kue-kuean sendiri atau bermain pasar-pasaran. Ini adalah hasil imitasi.
b.    Permainan Simbolis
Sifat permainan simbolis ini juga imitatif, yaitu anak mencoba meniru kejadian yang pernah dialami.
Contoh: anak perempuan yang bermain dengan bonekanya, seakan-akan bonekanya adalah adiknya.
c.    Menggambar
Pada tahap ini merupakan jembatan antara permainan simbolis dengan gambaran mental. Unsur pada permainan simbolis terletak pada segi “kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Sedangkan unsur gambaran mentalnya terletak pada “usaha anak untuk memulai meniru sesuatu yang riel”.
Contoh: anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya.
d.    Gambaran Mental
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman yang lampau. Gambaran mental anak pada tahap ini kebanyakan statis. Anak masih mempunyai kesalahan yang sistematis dalam mengambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.
Contoh yang digunakan Piaget adalah deretan lima kelereng putih dan hitam.
e.    Bahasa Ucapan
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Melalui bahasa anak dapat berkomunikasi dengan orang lain tentang peristiwa kepada orang lain
.
c.         Operasi konkret ( 7 – 11 tahun )
Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara logis  tentang kejadian – kejadian konkret .
          Tahap ini umunya ada pada anak – anak sekolah dasar (Russefendi, 2006 ). Operasi konkrit adalah dimana anak dapat memahami operasi (logis) dengan bantuan benda – benda konkrit. Pada tahap ini, anak mulai mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan konservasi, kemampuan mengelompokkan secara memadai, melakukan pengurutan, dan menanganim konsep angka. Selama tahap ini, proses pemikiran anak mengarah pada kejadian nyata yang dapat diamati, anak belum mampu melakukan problemyang bersifat abstrak.
Anak pada tahap ini sudah mampu melihat sudut pandangan orang lain, disamping anak juga senang membuat bentukan, Memanipulasi benda, dan membuat alat mekanis       (Russefendi, 2006 ).
Anak dalam periode operasional konkret memilih mengambil keputusan logis bila menghadapi pertentangan antara pikiran dan persepsi, dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra-operasional ( Dahar, 2011). Operasi pada periode ini bersifat konkret, dan belum mencapai hipotesis dan proposisi verbal.
Adapun operasi pada tahap ini ( Dahar, 2011), yaitu sebagai berikut :
Ø  Kombinativitas atau klasifikasi
Kombinativitas atau klasifikasi merupakan suatu operasi yang menggabungkan dua atau lebih kelas menjadi kelompok lebih besar, misalnya : semua anak laki – laki + semua anak perempuan = semua anak, dan a > b, b > c maka a > c.
Ø  Reversibilitas
Setiap operasi logis atau matematis dapat ditiadakan dengan opearsi yang berlawanan, misalnya 7 + 3 = 10, maka 10 – 7 = 3
Ø  Asosiativitas
Operasi yang menggabungkan kelas – kelas dalam urutan apa saja : ( 1 + 3 ) + 5 = 1 ( 3 + 5 ). Dalam penalaran, operasi ini mengizinkan anak sampai pada jawaban dengan banyak cara.
Ø  Identitas
Identitas adalah operasi dimana terdapat suatu unsur nol yang bila digabungkan dengan unsur atau kelas apapun, tidak menghasilkan perubahan. Seperti 10 + 0 = 10
Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a.    Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b.    Klasifikasi 
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c.    Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi. 
d.    Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e.    Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f.    Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.

d.         Operasi formal ( 11 tahun ke atas )
Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis.
Anak dapat menangani situasi hipotesis, dan proses berpikir mereka semakin logis dan tidak lagi   tergantung pada hal- hal yang langsung dan nyata. Kemajuan pada tahap ini adalah anak tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau kejadian konkret karena pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak. Seperti untuk menjawab pertanyaan berikut : Ani lebih tinggi dari pada siti. Ani lebih pendek dari pada lili. Siapakah yang lebih pendek dari ketiga anak ini ?
Russefendi ( 2006 ) menambahkan beberapa ciri yang ada pada tahap operasi formal ini, yaitu sebagai berikut :
Ø  Anak dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, misalnya dapat bermain “bridge “ dengan baik, dapat menyusun desain percobaan. Dalam diskusi anak dapat membedakan antara argumentasi dan fakta.
Ø  Mulai belajar membuat hipotesis (perkiraan) sebelum berbuat.
Ø  Dapat merumuskan dalil atau teori (misalkan theorema Phytagoras), menggeneralisasikan hipotesis.
Ø  Dapat menghayati derajat   kebaikan dan kesalahan dan memamdang definisi, aturan, dalil dalam konteks yang benar dan objektif.
Ø  Dapat berpikir dedukatif dan induktif, dapat memberikan alasan – alasan dari kombinasi pernyataan dengan konjungsi, disjungsi, negasi, implikasi.
Ø  Mampu mengerti dan menggunakan kompleks seperti permutasi, kombinasi, perbandingan, korelasi, dan probabilitas.
5.        Faktor – Faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
Piaget ( Dahar, 2011) menyatakan lima faktor yang mempengaruhi tingkat perkembanganintelektual, yaitu sebagai berikut :
a.         Kedewasaan ( Maturation)
Perkembangan sistem syaraf sentral, otak, koordinasi motorik, dan manifestasi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif. Walaupun kedewasaan atau maturasi merupakan faktor penting dalam perkembangan intelektual, maturasi tidak cukup menerangkan perkembangan intelektual ini .
b.         Pengalaman Fisik (Physical Experience )
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstraksi berbagai sifat fisik benda – benda. Misalnya bila anak menempatkan sebuah benda dalam air, kemudian dia melihat bahwa benda itu terapung. Pengalaman fisik ini meningkatkan kecepatan perkembangan anak sebab observasi banda – benda serta sifat – sifat benda tersebut membantu timbulnya pikiran yang lebih kompleks.
c.         Pengalaman logika Matematis
Bila anak mengamati benda – benda, selain pengalaman fisik ada pula pengalaman lain yang diperoleh anak itu, yaitu pada waktu ia mengkontruksi hubungan – hubungan antara objrek – objek. Misalnya anak yang sedang menghitung beberapa kelereng itu, melainkan sifat kontruksi lain yang serupa, yang disebut pengalaman fisik. Proses kontruksi biasanya disebut abstraksi reflektif. Abstraksi reflektif berbeda dengan abstraksi mempiris yang dikemukakan oleh piaget
Ø  Abstraksi empiris, dimana anak memperhatikan sifat fisik tertentu suatu benda dan tidak mengindahkan hal – hal lain. Misalnya : waktu anak mengabstrak warna maka ia tidak memperdulikan hal – hal lainnya seperti massa dan bahan dasar benda.
Ø  Abstraksi reflektif
Abstraksi reflektif melibatkan pembentukan hubungan – hubungan antara benda – benda , misalnya konsep “sepuluh” pada kelereng tidak terdapat pada kelereng. “ Sepuluh” hanya terdapat dalam kepala anak yang sedang menghitung kelereng itu.
d.         Tranmisi sosial
Pengetahuan yang di peroleh anak dari pengalaman fisik diabstraksi dari benda – benda fisik. Dalam hal logika – matematika, pengetahuan dikontruksi dari tindakan – tindakan anak terhadap benda – benda itu .
e.         Proses keseimbangan ( Equilibration)
Ekuilibrasi merupakan kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan selama periode ketidakseimbangan. Ekuilibrasi mendorong adanya pertumbuhan intelektual.
6.        Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran
Dalam hail ini, peran seorang pendidik sangatlah vital. Beberapa implementasi yang harus diketahui dan diterapkan adalah sebagai berikut:
1.    Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
2.    Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
3.    Tidak menekankan pada praktek - praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4.    Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dalam teori perkembangan kognitif anak, Piaget meyakini bahwa belajar dihasilkan oleh kemampuan anak untuk menyesuaikan atau membentuk keterhubungan antara pengalaman yang baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Piaget juga percaya bahwa dalam memberikan pelajaran harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak.
Piaget mendeskripsikan empat tahap perkembangan kognitif, diantaranya : a) sensorimotor, dimana anak langsung berhadapan dengan lingkungan menggunakan menggunakan refleks bawaan mereka, b ) pra-operasional yaitu anak mulai menyusun konsep sederhana, c) operasi konkret, dimana anak menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan, d) operasi formal, dimana anak memikirkan situasi hipotesis secara penuh.
Selain itu faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu kedewasaan, pengalaman fisik, pengalaman logika matematika, transmisi sosial, dan pengaturan sendiri.


DAFTAR PUSTAKA


Dahar, Ratna Wilis. 2006. Teori – Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hergenhahn, B.R., dan Olson, M.Hg. 2008. Theories Of Learning ( Teori Belajar ). Jakarta: Kencana.
Lefrancois, Guy R. 1997. Phychology For Teaching. Belmont, CA: Wadwordh.
Russefendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor yang mempengaruhi . Jakarta: Rineka Cipta


Post a Comment for "TEORI BELAJAR PIEGET"