Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teori Belajar Vygotsky dan Pemrosesan Informasi


Teori Belajar Vygotsky dan Pemrosesan Informasi


BAB I
PENDAHULUAN
                                                                                                       
A.  Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut sumber daya manusia yang berkualitas untuk memajukan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan dan pengajaran merupakan dua hal yang berbeda, menurut Rifa’I (2016: 27) pendidikan merupakan salah satu usaha bersifat sadar dengan sistematis terarah pada suatu perubahan dalam tingkah laku menuju tingkat kedewasaan anak didik. Sedangkan, pengajaran menurut Sardiman (2011: 12) merupakan suatu proses yang berfungsi membimbing para pelajar atau siswa didalam kehidupan. Guru sebagai pendidik dan pengajar memiliki tugas dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan bermakna.
Peran pendidik diharapkan menerapkan pendekatan yang dapat memberi kesempatan kepada siswa agar dapat mengaitkan materi baru ke materi yang sudah dipelajari sebelumnya, sehingga dapat dikatakan sebagai pembelajaran bermakna. Suyanto (2001) menambahkan bahwa peran guru signifikan bagi keberhasilan proses pembelajaran, Guru di kelas diharapkan dapat tampil sebagai sosok yang menarik, dapat memotivasi siswa untuk berprestasi, dapat merumuskan pertanyaan yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif, hipotetik dan sintetik.
Selain itu pemrosesan informasi dari guru juga sangat penting. Untuk itu diharapkan agar guru selalu berusaha membantu siswa agar mereka dapat mencapai pemahaman yang sebaik-baiknya dengan memberi pengalaman konkret kepada siswa melalui pengamatan atau percobaan untuk memecahkan permasalahan IPA. Menurut pandangan ahli konstruktivisme siswa belajar dengan cara mengkonstruksi pengetahuan atau pemahaman yang baru tentang fenomena - fenomena dari pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
Pendekatan konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan yang dimiliki siswa merupakan hasil konstruksi siswa sendiri. Dengan demikian pengetahuan bukanlah tentang hal-hal yang terlepas dari pengamatan, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksi dari pengalamannya sendiri. Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, keduanya menyatakan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui proses ketidakseimbangan dalam upaya memperoleh informasi baru. Lebih lanjut menurut Piaget dan Vygotsky juga menekankan adanya hakikat sosial dalam belajar. Keduanya menyarankan bahwa dalam belajar dibentuk kelompok kecil yang anggota dalam kelompok tersebut heterogen untuk mengupayakan terjadinya perubahan pengertian atau belajar.
Dengan melakukan penginderaan diharapkan siswa mampu mengkonstruksi gambaran obyek atau fenomena alam. Pendekatan konstruktivisme sesuai diterapkan dalam pembelajaran IPA sebab dalam pembelajaran ini, siswa akan berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran, siswa dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri, siswa mampu mengembangkan pengetahuannya sendiri, serta guru sebagai fasilitator, mediator, dan manajer dalam proses pembelajaran.
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana model pemrosesan informasi dalam belajar menurut ahli kognitif?
2.      Bagaimana implementasi pemrosesan informasi dalam pembelajaran IPA?
3.      Bagaimana teori belajar konstruktivis sosial menurut pandangan Vygotsky?
4.      Bagaimana implementasi teori belajar konstruktivis sosial dalam pembelajaran IPA ?
C.  Tujuan
1.      Mengetahui model pemrosesan informasi dalam belajar menurut ahli kognitif.
2.      Mengetahui implementasi pemrosesan informasi dalam pembelajaran IPA.
3.      Mengetahui teori belajar konstruktivis sosial menurut pandangan Vygotsky.
4.      Mengetahui implementasi teori teori belajar konstruktivisme sosial dalam pembelajaran IPA.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pemrosesan Informasi Tentang Belajar
Para penganut teori belajar kognitif berpendapat bahwa perilaku yang tidak dapat diamati pun dapat dipelajari secara ilmiah. Para ahli psikologi kognitif mengemukakan suatu kerangka teoritis yang dikenal dengan model pemrosesan informasi. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) mendefiniskan pemrosesan sebagai tindakan memproses, dan informasi adalah berita tentang sesuatu. Sedangkan belajar menurut Gegne (1985) dalam Dhahar (2006:2) merupakan suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sehingga pemrosesan informasi dapat diartikan sebagai tindakan mengulang kembali informasi akibat dari pengalaman sebelumnya.
Dalam model pemrosesan informasi mulai diuraikan peristiwa mental sebagai transformasi informasi dari stimulus ke respon, yang dapat digambarkan sebagai kumpulan kotak yang dihubungkan dengan garis-garis. Kumpulan kotak menggambarkan fungsi atau keadaan sistem, dan garis-garis menggambarkan transformasi yang terjadi dari satu keadaan ke keadaan lain. 
Informasi-informasi yang memasuki pikiran setiap orang adalah melalui alat-alat penginderaan, seperti melihat, mendengar, atau merasakan. Setiap informasi yang dalam bentuk energi fisik tertentu diterima oleh reseptor yang peka terhadap energi dalam bentuk-bentuk tertentu tersebut. Resptor mengirimkan tanda-tanda dalam bentuk implus-implus elektrokimia ke otak. Jadi, transformasi pertama yang dialami informasi ialah dari berbagai bentuk energi ke satu bentuk yang sama. Implus-impuls saraf dari resptor masuk ke suatu registor pengindraan yang terdapat dalam sistem syaraf pusat. Informasi penginderaan disimpan dalam sistem syaraf pusat selama waktu yang sangat singkat, menurut Sperling (1960) dalam Dhahar (2006: 27) hanya selama beberapa detik. Dari seluruh informasi yang masuk, sebagian kecil disimpan untuk selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang (Long Term Memory), sedangkan selebihnya hilang dari sistem. Proses reduksi ini disebut persepsi selektif.
Memori jangka pendek secara kasar dapat disampaikan dengan kesadaran, artinya apa yang kita sadari pada suatu waktu dikatakan terdapat pada memori jangka pendek. Pada memori jangka pendek informasi keluar dalam perkiraan 10 detik, kecuali jika informasi diulang-ulang informasi keluar lebih cepat. Kapasitas penyimpanan pada memori jangka pendek terbatas sehingga kerap disebut dengan bottleneck sistem pemrosesan informasi manusia. Kapasitas yang kecil implikasinya penting sekali bagi pengajaran atau intruksi pada umumnya.
Semakin lama istilah jangka pendek berganti dengan memori kerja, kedua istilah ini memberi penekanan pada aspek-aspek yang berbeda dengan konsep jangka pendek yang menekankan lama bertahnya informasi,sedangkan kerja menekankan fungsinya. Memori kerja merupakan tempat tempat dilakukan kegiatan mental secara sadar. Sebagai contoh jika kita membaca alat ukur panjang jangka sorong hitungan kita akan menyimpan hasil-hasil sementara pengukuran pada skala utama serta skala nonius dan menjumlahkan di memori kerja.
Informasi dalam memori kerja dapat dikode, kemudian disimpan dalam memori jangka panjang. Pengkodean (coding) merupakan suatu proses transformasi, dimana informasi baru diintegrasikan pada informasi lama dengan berbagai cara. Memori jangka panjang menyimpan informasi yang akan digunakan di kemudian hari. Berbeda dengan memori kerja memori jangka panjang bertahan lama sekal. Informasi yang telah disimpan di memori jangka panjang bila akan digunakan lagi harus dipanggil . informasi yang telah dipanggil merupakan dasar generasi respon.
Dalam pikiran sadar, informasi mengalir dari memori jangka panjang ke memori jangka pendek kemudian ke generator respons. Akan tetapi, untuk respon otomatis informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang ke generator respon selama pemanggilan. Generator respon mengatur urutan respons dan membimbing efektor-efektor yang meliputi semua otot dan kelenjar kita. Aliran informasi dalam sistem manusia ternyata bertujuan dan diatur oleh kotak-kotak yang disebut harapan dan kontrol eksekutif. Khususnya harapan–harapan tentang hasil kegiatan mental mempengaruhi pemrosesan informasi.
B.     Implementasi Pemrosesan Informasi dalam Pembelajaran IPA
Contoh pemrosesan informasi yang terjadi dalam pembelajaran sains misalnya seorang guru SMP bertanya kepada salah seorang siswa tentang rumus masa jenis, saat pertama kali siswa ditanya menjawab tidak tahu. Akan tetapi pada waktu seketika itu siswa sudah mempunyai harapan akan belajar apa itu rumus massa jenis. Sehingga siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai rumus massa jenis adalah massa dibagi dengan volume.
Telinga siswa menerima pesan bersama dengan suara-suara lainnya, misalnya percakapan temannya. Semua suara yang didengar siswa tersebut diubah menjadi implus-implus elektronika dan dikirim ke register pengindraan, bahwa rumus massa jenis ialah massa dibagi dengan volume terpilih dalam memori dalam memori kerja, tetapi pola-pola suara lain tidak masuk. Kemudian siswa mengkode fakta rumus massa jenis ialah massa dibagi dengan volume dengan cara menghubungkan fakta-fakta lain yang dia ketahui tentang massa jenis. Proses pengkodean menyebabkan fakta yang baru masuk ke dalam memori jangka panjang. Bila dia telah mengembangkan strategi-strategi memori khusus, proses-proses kontrol eksekutif akan mengarahkan proses pengkodean agar menggunakan stategi khusus.
Jika pada pembelajaran berikutnya guru bertanya kembali kepada dia tentang rumus massa jenis, maka pertanyaan ini diterima dan dipilih untuk masuk ke dalam memori kerja. Di sini pertanyaan itu menyediakan isyarat-isyarat untuk memanggil jawaban dari memori jangka panjang. Kopi jawaban digunakan oleh generator respons untuk mengatur alat-alat suara yang menghasilkan suara, rumus massa jenis ialah massa dibagi dengan volume. Pada waktu itu harapan siswa bahwa dia akan mempelajari rumus massa jenis terpenuhi.
C.    Teori Belajar Konstruktivis Sosial Vygotsky
Kontruktivisme merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia membangun dan memaknai pengetahuan dari pengalamannya sendiri. Esensi pembelajaran kontruktivistik adalah peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu menjadi miliknya. Pembelajaran kontruktivistik memandang bahwa peserta didik secara terus-menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi (Rifa’I, 2016: 193).
Vygotsky membedakan antara actual development dan potensial development pada anak. Actual development ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) merupakan celah antara actual development dan potensial development, bahwa apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Tingkat perkembangan yang dimaksud terdiri atas empat tahap.
Pertama, more dependence to others stage, yakni tahapan di mana kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain seperti teman-teman sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain. Dari sinilah muncul model pembelajaran kooperatif atau kolaboratif dalam mengembangkan kognisi anak secara konstruktif.
Kedua, less dependence external assistence stage, di mana kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain, tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
Ketiga, Internalization and automatization stage, di mana kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan arahan yang lebih besar dari pihak lain. Walaupun demikian, anak pada tahap ini belum mencapai kematangan yang sesungguhnya dan masih mencari identitas diri dalam upaya mencapai kapasitas diri yang matang.
Keempat, De-automatization stage, di mana kinerjan anak mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion. Pada tahap ini, keluarlah apa yang disebut dengan de automatisation sebagai puncak dari kinerja sesungguhnya.
Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih. Untuk mendeskripsikan bagaimana anak berkembang dari tahap kapasitasnya mulai berfungsi hingga masa perkembangan lanjutan, dapat dilihat sebagai berikut: 
Selanjutnya, Vygostsky juga mengemukakan adanya scaffolded instruction, pembelajaran yang mengikuti lompatan-lompatan, yang dia bagi ke dalam tiga prinsip utama, yaitu holistik yang artinya harus bermakna, harus dalam konteks sosial tertentu, harus memiliki peluang untuk berubah dan terkait antara tingkat yang satu dengan tingkat berikutnya. Kalau ketiga hal ini dapat diwujudkan, maka hal itulah yang disebut dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan timbal balik atau dikenal dengan istilah Reciprocal Teaching Approach. Malah anak itu akan memperoleh tantangan yang terkait dengan aktivitas di luar dari tingkat perkembangannya.
Vygotsky juga mengemukakan bahwa manfaat yang menjadi tujuan orang dalam belajar adalah untuk mencapai kesempurnaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dalam interaksi sosialnya, tanpa adanya hubungan antara hubungan antara tujuan pendidikan dengan agama. Dengan kata lain hanya bertujuan keduniaan, maka pragmatise Vygotsky dapat disebut dengan Pragmatisme Sekuler. Cara memperoleh pengetahuan-pengetahuan dalam konsep Vygotsky hanya menggunakan dua kemungkinan, yaitu indera sebagai alat untuk menyerap informasi dari luar yang lebih menekankan sosio cultural dengan orang lain (masyarakat) dan selanjutnya di konstruksi oleh akal.
Berkaitan dengan interaksi antara lingkungan yang ada pada masyarakat, Vygotsky memandang bahwa nilai yang ada pada masyarakat ada dengan sendirinya sebagai hasil bentukan dari masyarakat sendiri. Oleh sebab itu nilai yang dianut dalam pendidikan konstruktif hanya berdasarkan norma sosial. Berkaitan dengan nilai ilmu, konstruktivistik memandang ilmu itu sendiri bebas nilai dan semua ilmu boleh di pelajari dan tanpa adanya dikotomi dalam pendidikan itu sendiri. Vygotsky memandangan bahwa dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dan budaya. Dapat mengasah potensi yang dimiliki melalui pengalaman-pengalaman yang di dapat dari lingkungan yang nantinya akan membentuk pengetahuan, jadi proses tersebut akan berubah mengikuti perubahan yang ada di lingkungan dan masyarakat.
Konsep sentral lain dalam karya Vygotsky adalah “pembicaraan batin” (inner speech). Konsep ini muncul dari penjelajahan Vygotsky untuk menemukan hubungan antara tindakan pikiran yang tidak terlihat dengan bahasa sebagai fenomena kebudayaan, yang bisa dijelaskan dengan analisis obyektif. Pembicaraan batin atau pembicaraan dengan diri sendiri merupakan masalah utama dalam persoalan hubungan antara pikiran dan bahasa. Para behavioris menyatakan bahwa pikiran hanyalah pembicaran subvocal, pembicaraan lahiriah yang tumbuh sangat kecil. Vigotsky bertentangan dengan behavioris, menegaskan bahwa pikiran berkembang untuk merefleksikan kenyataan sosial. Proses komunikasi dengan orang lain menghasilkan perkembangan makna kata yang kemudian membentuk struktur kesadaran. Pembicaraan batiniah tidak mungkin ada tanpa interaksi sosial.
Konstruktivistik menganggap bahwa seorang anak mempunyai pengetahuan sendiri dan dengan pengetahuan yang dimiliki dia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya (Soedjanarto dan Farida, 2009).


Aspek Belajar
Konstruktivistik sosial
Pengetahuan
Dibangun dalam konteks sosial sebelum menjadi bagian pribadi individu
Pandangan terhadap interaksi
Meningkatkan pemahaman yang telah ada sebelumnya dari hasil interaksi
Belajar
Integrasi siswa ke dalam komunitas pengetahuan. Kolaborasi informasi baru untuk meningkatkan pemahaman
Strategi belajar
Sharing dan kooperatif learning
Peran guru
Penting dalam membantu (scaffolding) siswa mencapai kemandirian melalui interaksi sosial

D.    Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme dan Kognitif Sosial Dalam Pembelajaran
Para ahli psikologi kognitif menyebut informasi dan pengalaman yang disimpan dalam memori jangka panjang sebagai pengetahuan awal. Pengetahuan awal (prior knowledge) merupakan kumpulan dari pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman baru.
Penggunaan pengorganisasian awal (advance organizer) merupakan suatu alat pengajaran yang direkomendasikan oleh Ausubel (1960) dalam Nur (2000: 13) untuk mengaitkan bahan-bahan pembelajaran dengan pengetahuan awal. Pembelajaran melibatkan perolehan isyarat melalui pengajaran dan informasi dari orang lain. Perkembangan termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat sehingga anak-anak dapat berpikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri (self regulation).
Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah mempelajari bahwa segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan diri adalah latihan. Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan mendatangkan perhatian. Kemudian langkah terakhir termasuk penggunaan isyarat dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu:
1.    Menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam masng-masing zone of proximal development mereka.
2.    Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah.
Pengaruh karya Vygotsky bersama Burner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh Smith :
1.    Walaupun Vygotsky dan Burner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak dari pada peran yang diusulkan Peaget, keduanya tidak mendukung pengajaran diaktivis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan walaupun anak dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoristis ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak.
2.    Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning) kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3.    Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya, yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal didalam pelajaran. Foot et al, menjelaskan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara. Dalam prespektif pengikut Vygotsky-Bruner, perintah-perintah dilayar komputer merupakan scaffolding. Ketika anak menggunakan perangkat lunak atau software pendidikan, komputer menggunakan bantuan atau petunjuk scara detail seperti yang diisyaratkan sesuai kedudukan anak dalam ZPD. Tidak dipungkiri lagi beberapa anak dikelas lebih terampil dalam menggunakan computer sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer guru bisa bebas mencurahkan perhatiannya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Berdarkan uraian di atas dapat disimpulkan:
1.      Model pemrosesan informasi dalam belajar menurut ahli kognitif yaitu peristiwa mental sebagai transformasi informasi dari stimulus ke respon, yang dapat digambarkan sebagai kumpulan kotak yang menggambarkan sistem dan dihubungkan dengan garis-garis yang menggambarkan transformasi dari satu keadaan ke keadaan lain.
2.      Implementasi pemrosesan informasi dalam pembelajaran IPA berupa pengulangan kembali informasi yang telah diberikan sehingga harapan tercapai.
3.      Teori belajar konstruktivisme sosial menurut pandangan Vygotsky merupakan sebuah pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan menstransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Konsep dasar konstruktivisme merupakan suatu unsur dimana seseorang dapat membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada..
4.      Implementasi teori teori belajar konstruktivisme sosial dalam pembelajaran IPA Teori Konstruktivisme bila diterapkan di kelas akan terbentuk: a) Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. b) Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon. c) Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. d) Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya. e) Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi. f) Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.


DAFTAR PUSTAKA

A.M., Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Dahar, R.W. 2006. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga
Kardi, S. dan Nur, M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya University Press.
Rifa’i, A & Anni.C.T. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS
Soedjanarto dan Mamik Nur Farida, Model Pembelajaran Konstruktivis dengan teknik Peta pikiran (Mind Maping) dan pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar di SMK Negeri 2 Buduran Sidoarjo, Jurnal Pendidikan Ekonomi Unesa, 2(2): 9
Suyanto. 2001. Guru Profesional dan Efektif. Jakarta: Kompas
Tim  Penyusun  Kamus  Pusat  Bahasa.  2011.  Kamus  Besar  Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.










Post a Comment for "Teori Belajar Vygotsky dan Pemrosesan Informasi"